Kapitalisme dan Alienasi (Sistem Informasi Akademik Universitas Brawijaya dalam Perspektif Marxis)
oleh: M. Luthfil Hakim
Kapitalisme dan Alienasi
(Sistem Informasi Akademik Universitas Brawijaya dalam
Perspektif Marxis)
Sistem
Informasi Akademik Universitas Brawijaya (SIAM UB), menjadi sebuah perbincangan
menarik untuk ditelisik lebih jauh pasca polemik yang terjadi pada saat
penyusunan Kartu Rencana Studi (KRS) dimasa transisi semester bulan januari
kemarin, letak permasalahan yang nampak
dipermukaan dan panas diperbincangkan adalah mengenai error-nya sistem akademik berbasis internet ini ketika pekan
penyusunan KRS berlangsung, namun jika ditelaah lebih mendalam mengenai
kebijakan kampus dalam penerapan sistem akademika ini memiliki beberapa
kejanggalan yang dampaknya terlepas dari wacana yang selama ini ada terkait
tentang permasalahan ini, dimana unsur-unsur kapitalisme yang menimbulkan
sebuah alienasi telah menjadi penyusup yang turut serta hadir dalam berjalanya
sistem ini.
Dalam
mekanisme daftar ulang Mahasiswa Universitas Brawijaya, mahasiswa diwajibkan
untuk mengikuti segala alur dalam SIAM, semua informasi mengenai petunjuk juga
akan di informasikan dalam SIAM pula. SIAM itu sendiri merupakan website induk
dari segala informasi terkait tentang informasi mahasiswa Universitas
Brawijaya, mulai dari informasi hasil studi hingga penyusunan rencana studi.
Ketika terjadi error server seperti yang terjadi dijeda semester kemarin maka
tidak ada best solution dari civitas
akademik UB, masalah itu hanya mereka atasi dengan menyatakan bahwasanya KRS
ditunda dan hari libur diperpanjang. Alhasil mahasiswapun berang dengan kinerja
akademik yang dinilai semaunya sendiri terkait dengan sistem yang pada dasarnya
mengandung nilai-nilai dehumanisasi
ini.
Adapun
permasalahan lain yang terkait dengan sistem atau mekanisme dari SIAM ini, yaitu
adanya sebuah kapitalisme yang terjadi pada saat pembayaran daftar ulang
mahasiswa untuk melanjutkan studi ke semester selanjutnya. Letak
kapitalisasinya adalah ketika mahasiswa yang akan melakukan KRS-an atau
penyusunan KRS harus terlebih dulu membayar biaya daftar ulang dengan tanggal
yang telah ditentukan, bila ada mahasiswa yang tidak mampu membayar maka harus
melaksanakan mekanisme penundaan yang bisa dikatakan berbelit-belit, alhasil
merekapun akan terlambat melaksanakan KRS. Dalam pandangan hemat saya mahasiswa
yang membayar terlebih dahulu dan akademik UB bisa terklasifikasikan dalam
struktur sosial dengan mengadopsi kelas sosial menurut Marx sebagai kaum
pemilik modal atau borjuasi dan mahasiswa yang terlambat membayar adalah
mahasiswa kelas proletar, hal ini sebagaimana dibuktikan bahwasanya ketika
adanya pembedaan cara pembayaran, dimana pembayaran yang dilakukan oleh kaum
borjuasi akan dilayani dengan cepat sedangkan kaum proletar harus dilayani
dengan mekanisme yang berbelit-belit.
Asusmsi
dasar saya ketika mengklasikasikan kondisi civitas akademika tersebut
berdasarkan pandangan Marx mengenai kelas-kelas sosial adalah dimana Marx yang
telah mencirikan dan mengklasifikasikan kelas sosial dalam Manifesto The Communist Party. Marx menyatakan bahwasanya dalam
sejarah perkembangan masyarakat akan terdapat perpecahan dan mengalami
perpecahan dua blok kelas yang saling bertarung, yaitu kelas borjuasi dan kelas
ploretariat. Kelas borjuasi kapitalis adalah mereka yang memiliki alat-alat
produksi dan memperoleh keuntungan kapital dan material dengan cara
mengeksploitasi kelas pekerja atau proletar, borjuasi akan selalu mengembangkan
berbagai bentuk produksi jenis baru, ,menciptakan pasar-pasar untuk memasarkan
produk material mereka, dan selalu mengakumulasikan kapital.[1]
Dari penjelasan itu memang bagaimana pada dasarnya Marx melakukan klasifikasi
kelas berdasarkan pada kondisi sosial pada semasa hidupnya dimana yang ia
jadikan kajian adalah ketertindasan buruh, namun kita juga mampu memakai
pengelompokkan sosial tersebut dalam realita dimana ketika borjuasi disama
artikan dengan para pemilik modal, kaum borjuis, kaum pemilik uang yang
posisinya berada diatas kaum dengan sedikit uang, kaum proletar atau kaum kelas
bawah, karena kondisi itu menurut Marx dalam historical matrealism-nya akan selalu terjadi ketika masyarakat
hidup dalam fase kapitalisme pasca feodalisme.
Kembali
pada akar permasalahan SIAM, disini seperti yang telah dijelaskan diatas
bahwasanya hanya mahasiswa yang memiliki modal untuk membayarlah yang mampu
melakukan daftar ulang sesuai dengan mekanisme akademik, hal ini telah
menunjukkan bagaimana nantinya pelayanan yang akan diberikan oleh akademik
sebagai kaum pemilik modal pula, adalah cenderung mempermulus jalannya daftar
ulang dari para mahasiswa yang memiliki modal, dikarenakan mahasiswa pemilik
modal telah memberikan akumulasi nilai pendapatan bagi kaum akademik sebagai
borjuis pula. Sedangkan kaum yang tak
memiliki modal untuk daftar ulang akan diperumit daftar ulangnya, mulai harus
meminta permohonan kepada Pembantu Dekan Tiga mereka harus mondar-mandir
akademik fakultas hanya untuk meminta izin melanjutkan perkuliahan semester
selanjutnya. Akhirnya para mahasiswa yang tidak memiliki modal tersebut akan
terlambat melakukan penyusunan KRS dan mereka akan mendapatkan mata kuliah-mata
kuliah yang tidak sesuai dengan pilihan mereka karena dimungkinkan mata kuliah
favorit kelasnya telah penuh dipilih oleh mahasiswa yang memiliki modal,
disinilah letak alienasi sebagai dampak dari kapitalisme yang terjadi dari
sistem ini.
Yang
dimaksud dengan alienasi adalah dimana kondisi masyarakat yang ter-alien-kan
atau terasing dari lingkungan sosialnya,[2]
sebagaimana pernyataan Marx yang menyatakan bahwasanya kelas ploretariat selalu
dalam kondisi dieksploitasi kelas borjuis-kapitalis, keadaan ini kemudian
melahirkan kondisi dimana kelas proletar merasa teralienasi dari lingkungan
sosialnya sendiri.[3]
Seperti halnya mahasiswa yang tidak mendapatkan mata kuliah pilihanya maka dia
akan teralienasi dalam kelas kuliah yang tak sesuai dengan kehendaknya, mereka
akan terasing dengan kondisi kelas kuliah dengan jumlah mahasiswa yang sedikit
dan jadwal waktu yang tak sesuai dengan yang diinginkan. Dengan hal ini sangat
jelaslah kiranya bahwasanya kampus Universitas Brawijaya adalah kampus dimana
kapitalisme telah menjadi senjata utama dalam sistem akademik kampus untuk
memuluskan hajat kemenangan kaum borjuasi dan terus menindas kaum proletar.
Sudah
saatnya revolusi itu digalakkan atau disulut ketika ketertindasan dan
ketimpangan sosial telah terjadi, sistem harus dirubah untuk kepentingan semua
elemen civitas akademika, agar nantinya tidak ada lagi klasifikasi sosial yang
cenderung memenangkan kaum atas.
Daftar Bacaan:
Suhelmi, ahmad. Pemikiran Politik
Barat. Jakarta:Gramedia 2001. Hal. 270
Comments
Post a Comment