“Semangat Kemerdekaan Menuju Pesta Demokrasi Jatim”
“Semangat
Kemerdekaan Menuju Pesta Demokrasi Jatim”
*oleh: Muhammad Luthfil Hakim (Peneliti di DPP HIMAP Universitas Brawijaya)
“Demokrasi telah disesaki oleh jargon yang terkuras maknanya. Kemiskinan dan bencana menjadi komoditas politik. Janji-janji ideal dikalahkan oleh lobi para cukong” –Donny Gahral
*oleh: Muhammad Luthfil Hakim (Peneliti di DPP HIMAP Universitas Brawijaya)
“Demokrasi telah disesaki oleh jargon yang terkuras maknanya. Kemiskinan dan bencana menjadi komoditas politik. Janji-janji ideal dikalahkan oleh lobi para cukong” –Donny Gahral
Memasuki bulan Agustus tahun ini
Jawa Timur akan dihadapkan pada beberapa agenda besar, diantaranya adalah Hari
Raya idul Fitri yang diperkirakan jatuh pada tanggal 9, dan agenda 17 Agustus
hari kemerdekaan Indonesia lalu akan ditutup pesta demokrasi pemilihan Gubenur
dipenghujung bulan. menghadapi tiga agenda tersebut tentunya masyarakat Jawa
Timur harus mulai bersiap-siap atas segala kemungkinan yang akan terjadi, sebut
saja kemungkinan harga barang pokok yang mulai naik hingga pada kemungkinan
aksi bentrok di pesta demokrasi nanti. Tentunya kita tidak mengharapkan hal itu
terjadi tapi alangkah baiknya jika sejak dini kita sudah was-was akan
kemungkinan buruk yang terjadi.
Pemilukada Jatim
Jawa Timur untuk kedua kalinya akan
menyelenggarakan pesta demokrasi setelah yang pertama kalinya telah
terselenggara dengan terpilihnya Soekarwo dan Saifullah Yusuf sebagai pemenang
yang memperoleh suara sebesar 26,44 persen suara diputaran pertama. Sebagai
Provinsi yang bisa dikatakan dinamika politiknya berlangsung dinamis aroma
pertarungan panas ala pesta demokrasi sudah mulai tercium sejak awal 2013 lalu,
beberapa nama-nama telah disahkan sebagai calon gubenur oleh KPU Jatim sebagai
panitia penyelenggara, meski sempat menuai konflik diakibatkan oleh masalah
partai pendukung akhirnya Pasangan Khofifah-Herman dinyatakan lolos sebagai
peserta melalui DKPP dengan menempati plot nomor urut empat. Adanya polemik
seputar salah satu pasangan calon yang hampir gagal maju tersebut menampakkan
bahwa akan adanya pertarungan yang sengit bukan hanya antar calon tapi juga antara
calon dengan KPU,
Jawa Timur merupakan Provinsi yang
sangat potensial untuk digarap oleh para politisi, mengingat potensi SDA
provinsi yang terletak disebelah timur pulau jawa ini sangat melimpah, mulai
dari hasil tambang, perkebunan hingga potensi wisata alam dan religi yang
melimpah disepanjang bentangan daratan Jawa Timur. Hal ini akhirnya membuat
greget pengambilalihan jabatan untuk kursi Gubenurpun semakin memanas untuk
diperebutkan, hal itu terlihat dari bagaimana getolnya para pengurus partai
yang berada dipusat untuk turun kebawah, simak saja mulai dari Megawati yang
menjadi petinggi PDIP harus terjun lapangan untuk mengawal pemenangan dari
pasangan yang diusung PDIP yaitu Bambang Said. Disisi lain PKB yang memiliki
basis masa kuat di Jawa Timur mematok target menang kepada pasangan Khofifah,
dengan mengerahkan seluruh kekuatan masa yang sempat terbelah dikarenakan terpecahnya
masa NU yang sebagian ke Gus Ipul, dewan pimpinan partai melalui Muhaimin
Iskandar sangat optimis Khofifah akan memenangkan pergulatan ini, terutama
Khofifah memiliki basis masa kuat yang loyal diranah Ibu-ibu pengajian atau
Majelis Ta’lim.
Bagi pasangan Incumbent KarSa (Karwo-Saifullah), pertarungan ini menjadi sulit
dikarenakan lolosnya pasangan Khofifah ke panggung pesta, bila saja Khofifah
kemarin jadi tidak lolos maka dimungkinkan pasangan ini akan memperoleh kemenangan
telak pada pesta, dengan meraih dukungan sebagian besar partai politik non
parlemen dan parlemen bukan tidak mungkin mereka akan melenggang mulus kembali
pada kursi jabatan mereka yang sudah mereka duduki saat ini.
Namun ada yang menarik dari kekuatan
kekuatan KarSa kali ini, yaitu bagaimana kemenangan harus menjadi harga mati,
dikarenakan pasangan ini menjadi tumpuan terakhir bagi Partai Demokrat dalam
perebutan kursi Gubenur di Pulau jawa. Ditengah tekanan yang diberikan oleh
partai pengusung pasangan ini tetap diperkirakan masih menjadi unggulan masyarakat
Jatim praktis mereka memperoleh angka Elektabilitas 62,5 persen seperti yang
dirilis oleh Proximity.
Praktis pasangan independen Bambang Dwi Hartono dan
Eggi Sudjana hanya menjadi pelengkap dalam pertarungan kali ini, hal ini dapat
dilihat minimya angka elektabilitas mereka sebagaimana dari beberapa lembagai
survei yang telah merilis.
Mengembalikan
Substansi Pesta
Pertarungan dilapangan nantinya yang
diprediksi bertarung alot akan diperkirakan
memicu beberapa gesekan antar pendukung
calon dan tim calon sendiri, terlihat dari sejak dininya beberapa pressure dan psywar
dari para tim dan pendukung satu ke yang lain meskipun tahapan untuk kampanye
masih belum ditabuh genderangnya. Ditengah-tengah hal itu, diharapkan
masyarakat Jatim tidak turut tersulut dalam tindakan-tindakan provokatif
tersebut, sebenarnya hal semacam ini dinilai wajar-wajar saja dalam dinamika
pemilukada namun ada hal-hal yang dihilangkan dalam masa-masa seperti ini,
pertarungan yang digencarkan sudah tidak lagi terkait tentang pertarungan
indahnya visi misi yang diusung ataupun inovatifnya program-program yang
ditawarkan, yang terjadi saat ini pertarungan lebih pada ranah black campaign antar calon, seperti
saling sindir dimedia dan yang paling parah adalah saling berebut lokasi
pemasangan spanduk dipinggir jalan yang menjejal, tentu ini pemandangan ini
semakin membuat mata tidak sejuk, rindang pepohonan sepanjang jalan saat ini
nyaris tertutupi oleh riuhnya spanduk-spanduk dan bendera parpol yang akan
bertanding.
Yang diharapkan sebenarnya dari pesta
demokrasi kali ini adalah bagaimana pesta demokrasi yang dihadirkan adalah
pesta yang menghadirkan substansi secara utuh bukan hanya sekedar menjalankan
prosedural saja, bagaimana masyarakat Jatim mampu memilih sesuai dengan hati
nurani mereka tanpa harus dikotori dengan iming-iming tur wali songo ataupun
sembako. Mengingat akhir-akhir ini penyakit-penyakit dalam demokrasi semakin
menapaki permukaan maka kehadiran pesta demokrasi yang substansif sangat
diharapkan kehadiranya.
Sebagai provinsi dengan dinamika
perpolitikan dikancah nasional yang bertumbuh pesat, sebetulnya bisa saja bagi
Jawa Timur untuk memainkan substansi dari demokrasi yang digulirkan, kualitas Sumber
Daya Manusia Jawa Timur dinilai lebih unggul daripada daerah lain, selain itu
banyaknya tokoh-tokoh masyarakat yang mampu memberikan pencerahan kepada
masyarakat terkait bagaimana sebuah kebaikan dan kebenaran yang dijalankan pada
momen ini bisa jadi substansi dari pesta dari demokrasi ini akan terwujud. Menarik
dari apa yang dikatakan dari Donny Gahral bahwa: “demokrasi
telah disesaki oleh jargon yang terkuras maknanya. Kemiskinan dan bencana
menjadi komoditas politik. Janji-janji ideal dikalahkan oleh lobi para cukong”membuat
kita harus kembali merefleksikan bahwa betapa pentingnya menghadirkan nilai
sebagai values, daripada nilai
sekedar points yang akan berdampak
pada procedure belaka. Pesta
demokrasi di daerah bukan hanya ajang sarana penganggaran dana oleh pemerintah pusat
untuk menganggarkan pengadaan surat suara, TPS hingga bilik suara, tapi sebagai
sarana pembelajaran politik kepada masyarakat yang diharapkan berperan aktif
dalam bergulirnya dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Disisi lain
penghadiran substansi juga harus didukung oleh semua pemainyang ada dilapangan
begitupula KPU sebagai wasitnya, mengubur segala kecurangan dan lebih
mempercayakan pilihan kepada masyarakat menjadikan pemilu kali ini diharapkan
tidak dihinggapi kecurangan-kecurangan seperti biasanya. Hal ini tentunya
membutuhkan penyadaran yang lebih kepada para Cagub yang akan dipilih, sudah
saatnya menghilangkan money politics,
black campaign dan sejenisnya, demi kemaslahatan masyarakat Jawa Timur yang
akan berkembang menuju kearah kebaikan.
Tanggal 29 Agustus 2013 nantinya
bukan hanya memiliki ujung akhir kepada terpilihnya pimpinan Jatim kedepan,
namun berjalanya pilgub besok juga akan menjadi tolak ukur bagaimana
kondusifitas masyarakat Jawa Timur menjelang tahun politik 2014, jika saja
besok gesekan sudah terjadi dan bahkan sudah memicu konflik maka jangan heran
jika dampaknya akan berbuntut panjang pada pesta nasional April 2014, karena
mengingat jarak yang begitu dekat dan bagaimana tingkat loyalitas terhadap sosok,
partai, serta persamaan golongan yang begitu kuat membuat masyarakat Jawa Timur
diperkirakan akan sulit untuk meredakan konflik politik yang jika nantinya
terjadi. Selain kondusifitas yang menjadi tolak ukur lain adalah tingkat
partisipasi masyarakat dan respon masyarakat dalam pesta demokrasi apakah
sangat partisipatif dengan menjadikan pilihan rasional yang terbaik ataukah
tingkat partisipasi tinggi namun masih saja dihinggapi dengan penerimaan
terhadap uang-uang yang diberikan para calon, hal ini juga menjadi tolak ukur
beberapa pemain-pemain politik di 2014, jika masyarakat Jatim masih saja
menggunakan pilihan uang sebagai yang terbaik maka tak ayal para pemain politik
2014 akan menggelontorkan uangnya untuk semakin menutup mata masyarakat dalam
memilih pilihan terbaiknya.
Semangat Kemerdekaan
Sejalan dengan terselenggaranya pesta di bulan Agustus,
maka tidak ada salahnya kita membawa aroma semangat kemerdekaan yang memang
hadir dipertengahan bulan, ini menjadi penting ditengah memanasnya beberapa
konflik yang terjadi di Jatim seperti kasus Syi’ah dan lain-lain. Persatuan dan
kesatuan menjadi nilai yang akan kita junjung tinggi, dengan keberbedaan
pilihan yang nantinya akan menjadi pembeda, namun kebersatuan sebagai bagian
dari warga Jatim dan Bangsa Indonesia harus menjadi semangat demi terjalinya
rasa kesatuan demi mempertahankan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
Jawa Timur merupakan provinsi yang
memiliki andil yang sangat vital dalam perjuangan kemerdekaan, peristiwa seperti
10 November dengan semangat api-api masyarakat Jawa Timur yang dikomandoi oleh
Bung Tomo pada waktu itu mampu mengganyang penjajah yang bertindak menindas
masyarakat pribumi, beranjak dari kisah itu agaknya harus menjadi refleksi kita
bersama bahwasanya saat ini kita telah ditindas oleh kelompok-kelompok elit
politik yang berkuasa dengan mengelabui kita atas nama menjalankan demokrasi,
maka dari itu rasa persatuan dan kesatuan kali ini marilah kita hadirkan demi
semata-mata untuk menghadirkan substansi dari demokrasi itu sendiri tentunya
dengan harapan akan terpilihnya pemimpin yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Jawa Timur.
Muhammad Luthfil
Hakim
“Sebagai Peneliti di
Divisi Pendidikan dan Penalaran HIMAP Universitas Brawijaya
dan aktivis di PMII
Komisariat Brawijaya”
![]() |
Add caption |
Comments
Post a Comment