Nilai Akademik dan Nilai


Terhitung sejak 24 jam yang lalu, akumulasi berupa poin sebagai evaluasi persemester mahasiswa di umumkan. Akumulasi yang berupa poin atau yang biasa disebut Index Prestasi tersebut diumumkan secara online di Sistem Informasi Akademik Mahasiswa (SIAM).

Ini merupakan kelima kalinya aku membuka nilai di siam, dan kelima kalinya raut muka tegang tak bisa aku hindarkan ketika membuka siam. Tampaknya bukan hanya aku yang beraut muka tegang, beberapa teman kuliah juga melakukan hal serupa. Setelah melihat nilai-nilai yang terpampang puas rasanya hati ini melihat nilai-nilai bermekaran di musim hujan.

Tak dapat aku pungkiri semester ganjil merupakan neraka, hal ini senada diucapkan oleh bagi para aktivis atau organisatoris lainya. Waktu yang ditempuh oleh semester ini selalu berpapasan dengan agenda besar seperti musyawarah himpunan, rapat tahunan beberapa organisasi mahasiswa ekstra, hingga pada perayaan pesta demokrasi pemilwa dan pemira. Tidak mudah untuk menjalankan secara bebarengan kedua aktivitas yang sangat rumit. Akan tetapi, keduanya memang harus dicapai dengan baik. Berprestasi dalam dua bidang tersebut adalah sesuatu yang membanggakan dan patut untuk diapresisasi tinggi.

Namun silang pendapat dikalangan mahasiswa banyak terjadi menanggapi akan hal ini. Banyak mahasiswa yang lebih cenderung lebih suka untuk meraih hasil akademik yang tinggi demi mencapai kepuasan maksimal. Fakta akan hal itu diperkuat oleh bagaimana pernyataan teman-temanku yang sering menyatakan tuntutan dari orang tua mereka semenjak masuk kuliah adalah memperoleh nilai cumlaude.

Selain itu, beberapa kalangan mahasiswa yang lain yang masih dalam lingkaran pertemanan denganku, lebih puas jika memperoleh prestasi dari segi organisasi ketimbang prestasi akademik. Semakin banyak kepanitiaan dan ketercapaian program kerja yang diperoleh serta jabatan yang digapai lebih dirasa mengantarkan dirinya memperoleh kepuasan tingkat dewa. Kebanyakan tipikal mahasiswa seperti ini lulus menjelang semester akhir.

Banyaknya presepsi dari kalangan mahasiswa tentang keberhasilan dalam satu semester membuat aku harus berpikir dalam. Disatu sisi aku tidak pernah menyalahkan salah satu dari mereka yang berada dijalannya, tetapi aku salah jika aku tak pilih jalan. Terlalu lama dipersimpangan akan menimbulkan marabahaya. Namun, aku bercermin dari bagaimana Soe Hok Gie, Soekarno, Hatta, Nurcholis Madjid dan Mahbub Junaidi. Mereka semua orang besar, mereka adalah orang-orang yang berpengaruh bagi bangsa Indonesia. menurutku, mereka sudah tak lagi peduli apa yang harus dicapai dalam prestasi akademik ataupun non akademik, bagi mereka mengabdi kepada negri dan mencari ilmu pengetahuan yang didedikasikan untuk masyarakat Indonesia adalah yang terpenting.

Setelah berkaca dari cermin itu aku mulai menyadari, sejatinya tidak ada nilai berupa angka yang sempurna. Kata nilai dalam berupa angka hanya berbentuk poin dan bukan kesejatian dari sebuah nilai. nilai itu hanya terhenti dalam perhitungan matematis berupa kekuatatan kuantitas. Tapi tidak menyentuh kualitas. substansi dari nilai atau yang Inggrisnya disebut “values” merupakan sesuatu yang sulit untuk digapai. Lalu apa yang seharusnya menjadi nilai dalam perjalanan kehidupan mahasiswa. Jelas kiranya, yang aku maksudkan. ingar bingar tri dharma perguruan tinggi akankah hanya dengungan dekan/rektor/senior pada waktu ospek?. Inilah yang semakin aku refleksikan perjuangan akan nilai tak akan hanya terhenti pada sebuah angka, nilai yang menjadi substansi kehidupan mahasiswa perlu untuk ditegakkan.

Memang jalan ini akan berliku, tapi jalan berliku akan mudah ditempuh jika kita sudah terbiasa dan mengerti akan medan jalan. Hidup tak selamanya mudah, kemudahan hidup adalah utopia semata. Kehidupan dimulai maka disutulah kerumitan dan perjuangan muncul.
Kembang Kertas, 25-01-2014
Muhammad Luthfil Hakim



Comments

Popular posts from this blog

LPJ Divisi Pendidikan Penalaran HIMAP

Tugas Etika Pemerintahan B.IPM 3

“Semangat Kemerdekaan Menuju Pesta Demokrasi Jatim”